Guru Kunci Kurikulum
Guru
dan kurikulum ialah dua hal yang tak dapat berdiri sendiri. Artinya, kurikulum
tak dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai rencana tanpa adanya guru. Guru
di sini tentunya ialah guru yang professional. Pasalnya guru merupakan kunci
dari pembelajaran di dalam kelas. Sebaliknya, guru tanpa adanya kurikulum pun
seperti nahkoda tanpa kapal. Guru sebagai nahkoda yang bertanggungjawab
terhadap kapal beserta isinya, yang menentukan mau dibawa kemana arah
pendidikan Indonesia.
Sejatinya,
kurikulum merupakan suatu pengalaman belajar yang hendak diberikan pada siswa
melalui pembelajaran yang dipimpin oleh guru. Pengalaman belajar itu hendaknya
tidak hanya terpaku pada teks dan dalam ruangan kelas. Pembelajaran yang baik
ialah pembelajaran yang dapat menjadikan anak didik berpikir out of the box. Jadi, siswa tidak hanya
terpaku ada contoh tapi juga dapat mengaplikasikannya di kehidupan nyata. Namun,
tak mudah untuk mencapai hal itu, maka guru sebagai pembimbing haruslah kreatif
dalam mengemas pembelajaran di sekolah.
Dengan
adanya pergantian kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 peran guru semakin
dipertanyakan. Pelatihan yang diadakan oleh pemerintah guna menyiapkan
implementasi kurikulum 2013 terkesan terlalu mendadak. Padahal, segala sesuatu
yang mendadak tidak dipersiapkan secara matang-matang tak akan menghasilkan
sesuatu sesuai yang diharapkan. Justru yang harus dilakukan oleh pemerintah
ialah bukan hanya menyediakan buku panduan untuk kurikulum 2013 tapi mengajak
guru untuk melakukan simulasi pembelajaran yang baik di sekolah-sekolah
tertentu yang sudah menjadi bahan uji coba kurikulum 2013.
Pergantian
kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 seharusnya tak menjadi masalah bagi guru.
Masalah siap atau tidak siap itu tergantung pada guru itu sendiri. Ada atau
tidaknya pelatihan dan sosialisasi tentang kurikulum guru tak perlu cemas. Guru
telah terbiasa berhadapan langsung dengan para peserta didik di sekolah. Apapun
tujuan yang hendak disampaikan dari suatu kurikulum medianya hanya guru. Oleh
karena itu, guru hendaknya tidak selalu dibiasakan diarahkan tetapi diberikan
kesempatan untuk mengembangkan pembelajaran yang sudah menjadi tanggung
jawabnya.
Profesionalisme
seorang guru telah menjadi topik yang hangat sekaligus menjamur di dunia pendidikan
Indonesia. Dana sertifikasi dan tunjangan profesi tak bisa digunakan untuk
mengukur keprofesionalan seorang guru. Memang benar, karena tak sedikit guru
yang setelah mendapatkan dana tunjangan tersebut hanya sebagian kecil guru yang
benar-benar melakukan perbaikan pada kualitas pengajaran di sekolah. Hal itu
dikarenakan portofolio yang dimiliki oleh guru hanya dijadikan batu lompatan
untuk mencapai sertifikasi.
Tak
sedikit masalah yang timbul akibat adanya sertifikasi guru yang menaikkan gaji
guru menjadi dua kali lipat. Hal ini yang hendaknya menjadi koreksi bagi
pemerintah. Guru yang harusnya menjadi contoh yang baik malah melakukan
tindakan-tindakan yang kurang beretika dan tidak menujukkan perilaku
berpendidikan. Beberapa waktu lalu banyak kasus yang menyebutkan akibat
naikknya gaji, guru-guru yang tidak bertanggung jawab melakukan perselingkuhan.
Apakah hal itu menunjukkan keprofessionalan?
Profesionalisme
seorang guru sebenarnya dapat dinilai dari empat kompetensi yang harus
dikuasai. Empat kompetensi itu ialah kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Dengan demikian
yang harus dilakukan pemerintah ialah melakukan uji keempat kompetensi
tersebut. Tak hanya itu, namun yang diperlukan ialah pengawasan dan
pendampingan terhadap sejauh mana guru bertindak dalam mendidik dan mengajar di
sekolah.
Peran
guru dalam pembelajaran di sekolah memang sangat penting seperti yang telah
diungkapkan di awal, ibarat kapal ialah kurikulumnya nahkodanya itu guru. Nahkoda
yang handal dapat menjalankan kapal dengan berbagai model. Penumpang kapal yang
dalam hal ini ialah peserta didik pun berasal dari latar belakang yang beragam.
Hal itu berarti sebenarnya yang mengatahui seluk beluk kurikulum ialah guru.
Pasalnya, kurikulum hanyalah sebuah media untuk membimbing siswa mencapai
tingkat pemahaman sesuai dengan yang diharapkan.
Guru
yang baik ialah guru yang mampu mentransfer
ilmu kepada siswanya dengan baik. Namun, tak semua guru dapat melakukaknnya
dengan baik. Banyak kendala yang ditemukan di dalam kelas. Mulai dari
keberagaman pribadi anak, sampai pada materi pelajaran dan sarana dan prasarana
yang ada. Solusi dari semua masalah itu ialah kekreatifan seorang guru dalam
mengelola kelas. Kreativitas guru di dalam mengelola kelas akan sangat terlihat
pada saat proses pembelajaran.
Pembelajaran
di kelas hendaknya menyenangkan, bukan membosankan apalagi menegangkan. Ada
banyak pilihan metode dalam menyampaikan materi di kelas. Guru juga dapat
mengajak siswa untuk keluar kelas guna mengamati lingkungan sekitar dan dapat
mengambil pelajaran dari kegiatan masyarakat di kehidupan sehari-hari. Selain
itu, guru juga harus bisa melibatkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam
setiap kegiatan pembelajaran. Jadi ada interaksi antara pendidik dan peserta
didik di dalam kelas.
Implementasi
kurikulum atau pengalaman belajar hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia dan
tingkat pemahaman anak. Dengan artian guru harus dapat menakar porsi materi
pembelajaran yang akan diberikan di dalam kelas. Selain itu, guru yang
professional juga dapat mengetahui berbagai macam cara belajar anak, dan
potensi masing-masing anak didik. Hal ini akan memudahkan guru dalam memilih
dan menentukan teknik dan metode pembelajaran yang efektif.
Jadi,
apapun kebijakan baru pemerintah untuk pendidikan, selama itu bertujuan untuk
mengembangkan dan memajukan pendidikan di Indonesia guru harus siap kapan saja.
Guru memang kunci dari pembelajaran akan tetapi pembelajaran tidak selalu
berpusat pada guru. Guru hanya perlu memilih senjata yang tepat dalam
melaksanakan kurikulum di sekolah. Senjata itu ialah kreativitas dalam
menentukan teknik dan metode dalam mendidik dan mengajar siswa di sekolah.
Apapun kurikulumnya kuncinya ada di tangan guru.
Nurul
Khikmah
11108241122
Mahasiswa
PGSD FIP
Universitas
Negeri Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar