Rabu, 28 November 2012


Artikel Koran “Kedaulatan Rakyat”
Kolom Peduli Pendidikan
Tanggal muat 14 Mei 2012
Oleh Nurul Khikmah 

GURU SD HARUS MULTITALENT
Pendidikan dari jaman ke jaman semakin menunjukan eksistensi di dalam perkembangannya. Hal ini ditandai dengan seringnya pergantian aturan dan kurikulum pendidikan. Materi yang awalnya diajarkan di jenjang SMA sekarang diajarkan di jenjang SMP. Demikian pula dengan materi SMP sekarang masuk ke dalam bahan ajar materi sekolah dasar (SD). Oleh karena itu tak jarang bila banyak guru SD yang sudah senior mengalami kesulitan penguasaan materi dalam proses kegiatan  belajar mengajar (KBM).
Guru kelas dituntut untuk bisa mentransfer ilmu hampir semua mata pelajaran sekolah dasar kepada para siswa. Selain itu, banyak ditemukan juga guru kelas yang merangkap jadi guru olahraga di sekolah. Bahkan, sekalipun itu guru perempuan, walaupun sekarang banyak ditemukan guru penjaskes SD perempuan, tapi kalau memang dasarnya guru kelas sebenarnya bertugas di dalam kelas. Tak hanya itu, jika sekolah masih kekurangan tenaga guru pun, guru kelas menjadi wali dua kelas.
Menjadi guru SD tidaklah semudah yang dibanyangkan. Selain modal ilmu, jadi guru juga harus punya kesabaran yang lebih dalam menyampaikan pelajaran di kelas. Bagi siswa SD, sekolah ialah ladang bermain dan berkumpul dengan teman-teman mereka. Di sisi inilah guru harus bisa menempatkan diri sebagai guru kelas juga sebagai guru BK. Siswa SD juga membutuhkan bimbingan. Jika di SMP atau SMA sudah ada guru BK tersendiri, di SD guru adalah pendidik dan pembimbing. Kebutuhan akan layanan bimbingan di sekolah dasar bertolak dari kebutuhan dan masalah perkembangan siswa. Masalah perkembangan siswa sekolah dasar menyangkut aspek perkembangan fisik, kognitif, pribadi dan sosial. Sehingga guru harus memahami setiap karakteristik siswa yang berbeda-beda.
Bimbingan merupakan bagian terpadu dari proses pendidikan. Jadi, proses pendidikan bukanlah proses pengembangan aspek intelektual semata, melainkan proses pengembangan seluruh aspek kepribadian siswa. Begitu pentingnya bimbingan di sekolah dasar. Maka dapat dikatakan bahwa pendidikan sekolah dasar membutuhkan guru yang profesional. Di mana ada 4 kompetensi professionalisme seorang guru yaitu: pedagogis, kognitif, sosial dan kepribadian.
Tanggung jawab seorang guru SD memang besar. Mendidik sosok calon-calon generasi penerus yang menjadi tonggak masa depan bangsa. Dalam pemberian materi pelajaran hendaknya diikutsertakan tentang nilai-nilai budi pekerti yang kian tahun semakin luntur. Bimbingan yang diarahkan guru bertujuan agar siswa SD dapat merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi dan kemampuan diri, dan menuntun siswa agar memiliki moral dan etika yang baik.
Patut diacungi jempol para guru sekolah dasar. Seorang multitalent yang mengabdikan dirinya untuk siswa-siswa sekolah dasar. Tak hanya sekadar menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan namun juga psikologi bagi anak. Menanamkan karakter yang baik sejak dini akan menjadi bekal siswa dalam perkembangan usia mereka yang nantinya memasuki dunia yang lebih luas lagi cakupannya. Sehingga anak dapat mengemban tugas dengan baik sebagai generasi penerus, yang diharapkan bagi masyarakat yaitu generasi penerus yang bertanggung jawab dan bermoral.

Nurul Khikmah
Mahasiswi PGSD FIP UNY 

Artikel Koran “Harian Jogja”
Kolom Jagongan
Tanggal 5 Mei 2012
Oleh Nurul Khikmah

MENJADI GURU YANG LUAR BIASA
Hari Pendidikan Nasional yang telah diperingati 2 Mei lalu, seharusnya dapat menjadi suatu perenungan terhadap dunia pendidikan Indonesia. Tak hanya sekedar mengheningkan cipta dan upacara bendera, namun diharapkan hari pendidikan yang tiap tahun dirayakan mutunya pun kian maju. Pendidikan tak lepas dari peran guru sebagai pendidik. Untuk mencapai pendidikan yang bermutu, dibutuhkan tenaga pendidik yang bermutu pula.
Guru sebagai agent of change  hendaknya senantiasa turut mengikuti perkembangan zaman sesuai perkembangan para peserta didik. Tak hanya dalam bidang pengetahuan, menjadi guru yang luar biasa juga harus menguasai di segala bidang. Guru yang luar biasa adalah guru yang professional. Profesionalisme seorang guru terdiri dari empat kompetensi, yaitu: kompetensi kepribadian, sosial, pedagogik, dan profesi.
Dengan empat kompetensi tersebut diharapkan yang bisa mengembangkan kemampuan siswa di bidang kognitif, afekstif dan psikomotor. Guru yang dalam Bahasa Jawa nya dikenal dengan istilah digugu lan ditiru, memang harus memberikan contoh atau teladan yang baik bagi semua siswa. Khususnya di bidang moral. Karena guru ialah panutan bagi para siswa, orang tua kedua di sekolah.
Hakekat atau inti dari belajar itu sendiri ialah adanya perubahan perilaku. Perubahan disini yaitu perubahan yang positif. Jadi, tak hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan namun juga internalisasi pembentukan kepribadian. Seseorang dengan pribadi yang baik, lebih susah ditemukan daripada orang yang cerdas. Tak jarang ditemukan orang-orang yang berpendidikan dan kecerdasan intelektualnya tinggi tetapi perilakunya buruk.
Guru yang biasa-biasa saja hanya melakukan pembelajaran sesuai dengan tuntutan materi di bidang akademik. Akan tetapi menjadi guru yang luar biasa selalu menanamkan nilai-nilai moral yang baik dalam setiap pembelajaran. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengetahui tingkat kebutuhan peserta didik sesuai dengan perkembangannya. Tak hanya perkembangan kognitif semata, tapi tentunya perkembangan psikologis peserta didik. Karena guru bukan hanya pendidik tapi juga sekaligus pembimbing.
Perubahan pada guru diharapkan bisa merubah pendidikan Indonesia di masa depan untuk generasi yang akan datang. Sehingga pendidikan yang luar biasa berangkat dari guru yang luar biasa. Karena dengan pendidikan bangsa ini bisa berkembang.

Nurul Khikmah
Mahasiswi PGSD FIP UNY


Artikel Koran “ Merapi”
Kolom Ngudarasa
Tanggal muat 5 Mei 2012
Oleh Nurul Khikmah

“CALON MAHASISWA JANGAN ASAL MASUK PGSD”
Di tengah hiruk pikuknya UN SMA yang telah usai beberapa waktu lalu, masih ada permasalahan yang perlu untuk di cermati dalam dunia pendidikan. Saat UN selesai, tak begitu saja melepas beban dari pundak para siswa dan guru SMA. Kecemasan belum berakhir, mungkin bisa dikatakan UN baru awal mula dari sebuah perjuangan. Perjuangan untuk memperoleh perguruan tinggi nantinya. Namun, nilai Ujian Nasional tidak berpengaruh untuk masuk PTN. Masuk PTN pada jurusan yang diminati ialah harapan besar bagi para siswa. Jumlah peserta SNMPTN yang semakin meningkat membuat persaingan semakin ketat.
Persaingan pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri seringkali terjadi karena pemilihan jurusan yang tidak tepat dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Kuota terbatas, akan tetapi peminatnya cukup banyak. Hal inilah yang menyebabkan membengkaknya peserta di suatu jurusan tertentu saja. Perbedaan yang cukup signifikan terjadi pada jurusan yang isitilahnya sedang populer dan dianggap prospeknya bagus dengan jurusan yang biasa saja. Contohnya yaitu jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Animo peserta yang memilih jurusan PGSD 2 tahun belakangan ini meningkat drastis. Tidak heran lagi, pasalnya banyak orang membicarakan bahwa “PGSD itu prospeknya bagus, sudah masuk PGSD saja, besok juga akan ada pensiun masal”. Itulah sebabnya banyak yang ingin masuk PGSD. Entah itu berlatar belakang SMA dari IPA atau IPS, ataupun SMK. Tidak peduli benar-benar ingin jadi guru SD ataupun tidak.
Masalah seperti ini harus disikapi lebih bijak lagi. Walaupun persaingan untuk masuk PGSD semakin ketat, tidak begitu saja menggugurkan semangat peminatnya. Bahkan peminat masuk PGSD saja lebih besar dari jurusan Kedokteran yang sudah populer dan menjadi impian banyak siswa. Kuota yang terbatas, tidak mungkin akan tertampung semua. Dari sini akan muncul suatu permasalahan baru, yaitu peserta yang tidak tertampung akan memilih jurusan lain pada jalur masuk yang kedua. Tidak jarang ditemukan mahasiswa yang mengaku salah jurusan, karena hanya asal memilih jurusan saja yang penting bisa masuk. Kemudian akan berbuntut menjadi masalah baru lagi yaitu merasa tidak kerasan berada dalam jurusan yang tidak diminati membuat mereka yang sudah kuliah baik di Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta ingin mengikuti SNMPTN tahun berikutnya. Tentu saja ini menambah jumlah pesaing bagi lulusan baru dalam ujian masuk PTN. Rasanya tidak adil bagi lulusan baru harus bersaing dengan mereka yang sudah kuliah di PTN, namun inilah fenomena yang sudah biasa dan tak bisa dipungkiri, setiap orang punya haknya masing-masing untuk mendapat pendidikan yang layak, serta sesuai minat dan kemampuan.
Kembali pada permasalan, selain tergiur masuk PGSD karena akan ada pensiun masal, juga karena tergiur oleh program sertifikasi guru sehingga gaji guru naik jadi dua kali lipatnya. Tidak mampunya perguruan tinggi negeri menampung peserta yang ingin masuk PGSD, membuat beberapa perguruan tinggi swasta yang tadinya tidak punya jurusan PGSD sekarang tiba-tiba bermunculan jurusan PGSD. Dalam waktu singkat, PGSD menjadi idola. Impian para siswa.
Dulu, incaran profesi guru tak selaris manis sekarang ini, tak hanya karena orangtua basic-nya guru atau pendidik. Namun, banyak dari berbagi kalangan masyarakat mengidam-idamkan pendidikan guru sekolah dasar ini. Jika dipandang dari sisi lain akan berdampak negatif dari pekembangan yang cukup signifikan ini. Akan lain jadinya masuk karena sungguh-sungguh berminat jadi guru SD yang punya tanggung jawab besar terhadap anak bangsa, dengan masuk yang karena tergiur oleh iming-iming atau embel-embel sertifikasi dan berbagai tunjangan profesi.
Menjadi seorang guru SD membutuhkan kemampuan yang lebih. Karena menjadi guru pun tidak semudah yang dibayangkan. Banyak tantangan masa depan yang perlu dihadapi guru dalam menuntun anak didik sebagai generasi penerus bangsa. Dibutuhkan guru yang professional, dimana ada 4 kompetensi yaitu pedagogik, koginitif, sosial,dan kepribadian.  
Tidak boleh menganggap enteng menjadi guru SD, karena disinilah tahap perkembangan anak yang perlu dibina dalam masa golden age . Bukan hanya transfer ilmu pengetahuan atau akademik saja tapi juga pembentukan moral atau karakter anak sedari dini. Dilihat dari perkembangan zaman sekarang ini, tugas seorang guru sekolah dasar akan semakin besar. Tanggung jawab dalam pembentukan kepribadian siswa di sekolah merupakan andil guru sebagai agent of change.
Tak dapat dipungkiri jika semakin berkembangnya zaman dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan tekhnologi akan sangat berpengaruh pada pola hubungan interaksi di masyarakat. Globalisasi yang terjadi menantang moral bangsa yang kian merosot. Sehingga sebagai seorang guru sekolah dasar hendaknya mempunyai bekal moral yang baik juga dalam mendidik dan membimbing peserta didik. Agar bisa menanamkan atau menginternalisasikan nilai-nilai kehidupan yang luhur ke dalam ranah siswa. Dengan itu diharapkan dapat meminimalisir tindakan-tindakan yang melanggar norma.
Bagi para peminat PGSD harus punya secara ikhlas, bukan hanya karena suatu hal yang menguntungkan saja. Hendaknya calon peserta SNMPTN memikirkan pilihan jurusan yang terbaik, sesuai bakat, minat, dan yang terpenting adalah kemampuan. Agar tak terjadi sesuatu hal yang tidak diharapkan di suatu hari kelak. Hanya karena salah jurusan. Dalam dunia pendidikan tak sedikit ditemukan adanya mahasiswa yang salah jurusan entah itu sejak awal masuk ataupun sudah di tengah perjalanan karir perkuliahan (sudah semester akhir) sehingga akan sangat disayangkan sekali jika menyesal di kemudian hari.
Pengetahuan tentang jurusan dan program studi hendaknya kian digencarkan untuk disosialisasikan. Sehingga diharapkan para calon mahasiswa tidak salah langkah dalam mengambil keputusan. Karena keputusan untuk mengambil jurusan di perkuliahan ialah keputusan besar untuk masa depan. Untuk menjadi seorang guru harus menjiwai secara lahir dan batin. Dan hendaknya tetap menjadi patriot bangsa, pahlawan tanpa tanda jasa.


Nurul Khikmah
Mahasiswa PGSD FIP UNY

BUKAN SALAH GURU MENGAJAR
Fenomena-fenomena yang baru-baru ini terjadi di dalam dunia pendidikan, cukup memancing perhatian banyak kalangan. Tawuran, satu diantaranya. Masalah yang sempat menyita banyak perhatian ini sebenarnya sudah tak asing lagi di kancah dunia pendidikan. entah apa sesungguhnya yang membuat masalah seperti ini menjadi langganan dan seakan menjadi rahasia umum catatan kelabu pendidikan di Indonesia.
Tak mudah memang mencari akar permasalahan ini, namun tak jarang pula yang pada akhirnya guru yang disalahkan. Inti dari pendidikan sendiri merupakan suatu proses pendewasaan seseorang. Dimana dalam hal ini guru harus dewasa dalam menyikapi hal-hal yang berkaitan dengan peserta didik. Akan tetapi tidak semua hal bergantung pada guru. Sebagai instrument pendidikan, guru memang bertanggung jawab dalam mendidik dan mengajar para peserta didik yang didalamnya termasuk ajaran moral.
Banyak kalangan hanya meng- judge para guru tidak benar dalam mendidik sehingga para siswa jadi brutal dan bermoral buruk. Sebagai pengganti orangtua di sekolah, guru bertanggungjawab pada peserta didik, tetapi tak semua hal didapat siswa dari sekolah. Kehidupan anak tak hanya di sekolah. Bukan salah guru mengajar sama halnya dengan  istilah bukan salah ibu mengandung. Artinya guru disini hanya sebagai pengganti orangtua saat di sekolah. Tak sepenuhnya guru menjelma menjadi sosok orangtua yang mempunyai hak sepenuhnya terhadap anak.
Pembentukan kepribadian anak, selain dari sekolah dapat juga didapatkan dari keluarga dan lingkungan. Pola asuh dari keluarga menjadi sebuah kunci dari kepribadian anak. Sehingga jika dari keluarga sudah baik, akan mudah menyesuaikan dengan lingkungan dan sekolah. Maka dalam hal ini, dibutuhkan suatu sinkronisasi pendidikan dan pengajaran di antara keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat untuk membantu mendewasakan seseorang.

Nurul Khikmah
Mahasiswi PGSD  FIP UNY
dimuat di Harian Jogja 20 0ktober 2012